SURABAYA - Aksi unjuk rasa yang dilakukan BEM Seluruh Indonesia menjadi pemantik aksi-aksi lain yang dilakukan oleh asosiasi BEM di banyak daerah. Aksi-aksi itu dilakukan untuk mendesak pemerintah agar menstabilkan harga-harga barang pokok, dan sebagai protes atas wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Tak pelak, aksi itu mendapat tanggapan dari berbagai pihak, termasuk pakar ilmu politik Universitas Airlangga (UNAIR), Hari Fitrianto SIP MIP.
Dosen tetap prodi Ilmu Politik UNAIR itu, Kamis (14/4/2022) mengatakan bahwa aksi demonstrasi adalah bentuk penyampaian aspirasi masyarakat. Hal ini, menurutnya, bersifat prinsipil dalam demokratisasi di Indonesia.
“Tetap harus disuarakan dengan lantang hal yang terkait keresahan-keresahan masyarakat, ” ujarnya.
Hari juga mengatakan bahwa walaupun pemerintah hendak memperpanjang masa jabatan presiden dengan mengamandemen UU, masyarakat harus dilibatkan dalam amandemen tersebut. Selain itu, amandemen yang dilakukan terhadap UU harus sesuai dengan konstitusi yang ada di Indonesia.
“Jangan-jangan dengan amandemen malah anti konstitusi, ” tutur Hari Fitrianto.
Dia juga menekankan bahwa mahasiswa merupakan amplifikator keresahan publik. Menurutnya, mahasiswa memiliki tanggung jawab moral untuk menyampaikan keresahan-keresahan yang ada di masyarakat. “Sudah jadi obligasi moral mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi dari rakyat, ” ujarnya.
Kendati demikian, pesan yang disampaikan mahasiswa saat aksi harus jelas. Isu-isu yang dipilih untuk diperjuangkan juga harus merupakan isu yang menjadi keresahan masyarakat. Mahasiswa hendaknya berhati-hati agar aksi tidak ditunggangi pihak-pihak yang ingin memanfaatkan momentum demo untuk kepentingan mereka.
“Kalau sudah turun di jalan, massa itu sangat cair. Ini perlu dimitigasi. Jangan sampai disisipi massa yang cair karena kita tidak tahu kepentingan mereka, ” jelasnya.
Baca juga:
Kiai Ihsan Jampes dan Kisah Ilmu Ladunni
|
Jika disusupi kepentingan-kepentingan lain, lanjutnya, suara mahasiswa yang menyalurkan aspirasi rakyat bisa terdistorsi.Kendati mendukung aksi mahasiswa untuk menyuarakan aspirasi masyarakat, dirinya tidak menyetujui salah satu isu yang diangkat oleh para mahasiswa dalam aksinya. Hal tersebut adalah penurunan presidential threshold dari 20% menjadi 0%. “Spiritnya adalah penyederhanaan partai, ” ujarnya.
“Jika mekanisme pemilu sederhana, tentu keruwetan di DPR bisa disederhanakan, ” ungkapnya.
Melanjutkan, ia juga menerangkan bahwa presidential threshold yang berada di angka 20 persen mencegah partai-partai kecil untuk mengajukan calon mereka sendiri dan menambah kompleksitas jalannya pemilihan. (*)