Pakar Hukum UNAIR Paparkan Alasan Penggantian Nama Sebuah Negara

SURABAYA – Baru-baru ini Turki mengumumkan perubahan nama resmi negaranya menjadi Turkiye. Pengubahan nama Turki menjadi Turkiye itu berlaku efektif sejak diterimanya surat oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Lalu, bagaimanakah proses pengubahan nama sebuah negara? Apa pula alasan sebuah negara mengganti namanya?

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga Dr Radian Salman SH LLM menuturkan bahwa suatu negara bisa saja mengganti nama negaranya. Bisanya, ada beberapa faktor atau alasan yang melatarbelakangi.

Baca juga: Pakar UNAIR Tekankan Kehati-hatian dalam Menggunakan Data dari Media Sosial

“Berpulang pada negara masing-masing apa alasannya tapi dapat diidentifikasi dari beberapa pengalaman, ” tutur Radian, Rabu (8/6/2022).

Sejumlah Alasan

Baca juga: Vladimir Putin Akan ke Indonesia, Pakar UNAIR: Indonesia Harus Objektif

Berkaca pada sejarah, pada tahun 1935 Persia mengubah namanya menjadi Iran. Radian menerangkan, perubahan nama tersebut untuk mengakomodasi bahwa Iran itu bukan sekadar Persia saja.  “Kalau Persia itu hanya sukunya, ” jelasnya.

Selain itu, pada tahun 2019 Makedonia resmi mengubah nama negaranya menjadi Republik Makedonia Utara setelah perselisihan sengketa nama dengan Yunani. Lalu di level konstitusi, Hongaria yang dalam bahasa Inggris bernama The Republic of Hungary mengubah nama menjadi Hungary saja.

Baca juga: Koordinator Residen PBB Sampaikan Pentingnya Peran Anak Muda Dalam Mencapai SDGs

“Sedangkan Turki mengubah namanya menjadi Turkiye karena ingin rebranding, ” jelasnya.

Proses Penggantian

Baca juga: Kapal DBS Tak Beroperasi, Mahasiswa Kangean Sapeken Desak Bupati Sumenep Evaluasi PT. Sumekar

Secara prinsip umum, kata Radian, negara merupakan identitas yang menjadi salah satu materi yang diatur dalam konstitusi. Hal-hal penting seperti time of the state, language, dan bahasa daerah itu ada di konstitusi sebagai atribut identitas. 

“Ketika perubahan nama dalam arti perubahan yang sesungguhnya, tidak berkaitan dengan official translation, maka itu adalah proses konstitusional, ” terang Radian.

Baca juga: Kejagung: Ketut Sumedana Periksa Empat Saksi Kasus Pengadaan Pesawat Garuda

Proses konstitusional adalah proses mengubah konstitusi sehingga harus mendapat persetujuan dari badan pembentuk konstitusi di masing-masing negara yang memiliki mekanismenya masing-masing.

“Jika perubahan nama negara hanya terkait sebutan di dalam official translationnya, maka ya, itu tidak tidak perlu ada perubahan konstitusi, ” terang dosen Departemen Hukum Tata Negara FH UNAIR itu.

“Hungaria sebagai contoh ia menegaskan perubahannya dalam konstitusi dari the republic of hungary menjadi Hungaria, ” tambahnya.

Bisakah Indonesia Mengubah Nama Resminya?

Radian menjelaskan bahwa dari sisi konstitusi di Indonesia disebutkan hanya ada dua hal yang tidak bisa diubah. Ialah bentuk negara yang berbentuk kesatuan dan Pembukaan UUD 1945.

Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina, Pakar UNAIR: Masih Terlalu Dini Menyimpulkan Terjadinya Perang Dunia III

“Secara tidak langsung, karena pembukaan tidak bisa diubah dan di dalam pembukaan ada kata Indonesia, maka nama negara Indonesia itu tidak bisa diubah menurut konstitusi Indonesia, ” jelasnya.

Selain itu, perubahan nama negara memiliki dampak yang kompleks pada dokumen-dokumen kenegaraan dan kependudukan. Ketika suatu negara mengubah namanya, dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk menyesuaikan berbagai dokumen. (*)