SURABAYA – Saat ini kita tengah menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Hari Kemerdekaan adalah hari peringatan penting bagi Indonesia karena 77 tahun yang lalu, setelah melakukan perjuangan panjang, akhirnya Indonesia dapat mendeklarasikan kemerdekaanya.
Mulyadi J Amalaik SS MSi, dosen luar biasa PDB (Pembelajaran Dasar Bersama) Universitas Airlangga (UNAIR) memaknai Proklamasi Kemerdekaan RI sebagai momen penyucian diri dan momen untuk lebih mengenal diri kembali. Sebagai warga negara, lanjutnya, Mulyadi telah mendapatkan banyak hak dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dari negara.
Baca juga:
Peminat SNMPTN UB 2022 Sebanyak 40.094
|
“Namun, kontribusi sebagai warga negara tentulah bukan semata dalam bentuk ketaatan atau loyalitas, melainkan juga melalui karya kreatif dan kritik dengan akal sehat, ” ucapnya pada Selasa (17/8/2022).
Dosen yang akrab disapa Mulyadi itu, pada momen kemerdekaan melakukan refleksi diri dan penyucian diri. Refleksi itu berupa pertanyaan ke diri sendiri. Apakah sebagai warga negara sudah menghasilkan karya-karya besar untuk Indonesia yang membangun integrasi nasional dan resolusi konflik? Bukan justru menghasilkan karya yang memicu chauvinisme (egoisme kedaerahan), nasionalisme eksklusif, atau politik parsial yang kultus individual.
Baca juga:
Bappenas Apresiasi SDGs Center UNAIR
|
“Karya-karya tersebut justru akan berpotensi memecah-belah persatuan Indonesia. Itulah kritik-otokritik sebagai warga negara, ” tuturnya.
Harapan untuk Indonesia
Dosen Pancasila dan Kewarganegaraan UNAIR itu menyampaikan harapannya untuk Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke-77. Mulyadi berharap pemerintah dapat memproduksi model-model kebijakan yang berbasis resolusi konflik.
“Bukan justru memproduksi kebijakan reaksioner yang bersifat memerangi apa yang disebut radikalisme, intoleran, egoisme kedaerahan, politik identitas, dan perilaku korupsi pejabat negara atau ASN, ” ucapnya.
Kedua, ia berharap pemerintah dan masyarakat Indonesia bisa lebih rajin menonton dan memproduksi film-film bergenre nasionalisme Indonesia. Dengan demikian, harapannya masyarakat bisa mengkonsumsi karya-karya seni seperti sastra, rupa, musik, teater, tari, desain, kerajinan, kuliner, dan lain sebagainya
“Baik yang hasilnya berbentuk kreasi tradisional maupun modern yang dilakukan oleh anak bangsa Indonesia, sekaligus memuliakan para senimannya, ” tutupnya. (*)
Penulis : Sandi Prabowo
Editor : Binti Q Masruroh