KOTA MALANG - Merespon polemik tentang penggunaan ganja sebagai obat, dosen departemen keilmuan Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK-UB) dr. Hikmawan W. Sulistomo, Ph.D berkesempatan memberikan penjelasan melalui forum bincang sehat di salah satu radio di kota Malang, Kamis (21/07/2022) yang lalu. Kegiatan ini merupakan rangkaian seri pengabdian masyarakat FK-UB.
Ia menyampaikan, ganja yang bernama latin Cannabis sp. terdiri dari beberapa spesies, yaitu cannabis sativa, indica, dan ruderalis yang masing-masing berasal dari daerah yang berbeda.
Di Indonesia, relief tanaman ganja dapat ditemukan di Candi Kendalisodo, Mojokerto, dan dituliskan di dalam buku Herbarium Amboinense (1741) sebagai bahan ritual dan obat-obatan oleh masyarakat Maluku.
Pada masa penjajahan, ganja dibawa ke Aceh oleh Belanda dan ditanam sebagai pestisida alami pada perkebunan kopi dan tembakau. Cannabis atau ganja ini memiliki senyawa aktif phytocannabinoids yang dikenali oleh reseptor cannabinoid di dalam sistem saraf pusat dan sel darah putih perifer, terutama oleh makrofag, sel B, dan natural killer cells.
Baca juga:
Peminat SNMPTN UB 2022 Sebanyak 40.094
|
“Terhadap sistem saraf pusat, senyawa aktif ganja dapat menyebabkan euphoria yang tinggi, tetapi juga bersamaan dengan rasa cemas dan panik. Bahkan pada kondisi akut dapat memberikan dampak penurunan fungsi-fungsi kognitif, ingatan, orientasi ruang, dan konsentrasi, ” jelas Hikmawan.
Namun demikian zat aktif yang terdapat di dalam ganja diketahui memiliki aktivitas antibakteri, antiepilepsi, hingga sebagai penenang.
Lebih lanjut dijelaskan oleh dokter yang menyelesaikan pendidikan S3 nya di Jepang ini bahwa aturan mengenai penggunaan ganja sebagai obat ini dikaitkan dengan tingkat kematian akibat overdosis ganja yang jauh lebih rendah. Selain itu zat aktif pada ganja juga digunakan sebagai pereda nyeri dan bronkodilator pada penderita sesak napas.
Dengan mempertimbangkan manfaat ganja sebagai bahan obat-obatan, maka diterbitkanlah Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104 tahun 2020 yang menetapkan ganja atau Cannabis Sativa ditetapkan sebagai salah satu tanaman obat komoditas binaan Kementerian Pertanian.
“Hal ini dapat mendorong penelitian tentang ganja sebagai tanaman obat di Indonesia dengan mempertimbangkan aspek keamanan dan manfaatnya bagi kesehatan, ” pungkasnya. (Safrina/Irene)