SURABAYA – Sunarto alumnus FEB UNAIR 2003 menjadi Chief Executive Officer Artax Konsultan Pajak di Surabaya. Pihaknya juga menyediakan beasiswa untuk mahasiswa. Dalam hal ini, perjuangan sepak terjang kehidupannya tidak mudah dilalui.
Sunarto memulai karir perpajakannya dengan bergabung di salah satu firma konsultan pajak terbesar di Indonesia pada Februari 2003 sembari menyelesaikan program sarjananya di UNAIR. Akan tetapi, kilas balik perjalanan 22 tahun lalu, setelah lulus SMA belum bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi disebabkan terkendala biaya.
“Sebelum punya tekad, saya dekat dengan obat-obat pertanian yang baunya menyengat, ’’ ucap laki-laki kelahiran Nganjuk itu.
Pasalnya, ia sebagai penjaga toko pertanian milik pamannya yang tidur beralaskan tikar di lantai. Berkaitan dengan hal itu, Sunarto menyebut sepi pembeli menjadi sarapan mata tiap hari di toko.
Dari hal itu menjadi titik balik Sunarto, pihaknya ingin memperbaiki hidup melalui pendidikan. Meskipun keputusan kuliah menjadi kontroversi di lingkungan keluarga besar Sunarto.
Kerap kali pamannya membeberkan bahwa banyak sarjana yang memiliki pekerjaan yang itu-itu saja. Namun, Sunarto menanggapinya sebagai bahan bakar semangat untuk melawan stigma.
Ia menilai bahwa dengan pendidikan bisa mengubah hidupnya, terlebih dirinya juga gemar belajar. Orang tuanya-pun menjual beberapa barang berharga miliknya untuk biaya kuliah. Di tengah perjalanan menyelesaikan skripsi dan bekerja, Sunarto belajar mengikhlaskan sosok ibu tercintanya.
“Kamis dapat jadwal sidang, persis hari minggu-nya Allah lebih sayang sama ibu dan meringankan sakitnya. Sebetulnya terngiang jelas suara ibu yang bilang akan melihat saya sidang, yahh.. benar Ibu melihat tetapi dari tempat lain yang InsyaAllah lebih baik, ’’ jelas Sunarto, Senin (21/3/2022).
Di samping cerita perjalanan hidup tersebut, membentuk mental Sunarto mengundurkan diri dari firma sebelumnya. Kemudian mendirikan perusahaan konsultan pajak bernama ARTAX .
“ARTAX ini artinya hakikat kehidupan dalam kemakmuran, mimpi seorang sarjana pertama di desa kecil Nganjuk yang memiliki kantor sendiri, ’’ paparnya.
Selanjutnya, mengenai beasiswa, Sunarto menyampaikan bahwa itu sebagai salah satu bentuk kontribusinya dalam hal pendidikan.
“Awalnya saya pengen buat sekolah akuntansi dan perpajakan, semacam Artax school free of cash. Tapi ternyata itu tidak mudah ya. Jadi sederhana dulu saya siapkan aja beasiswa 100 juta untuk lima mahasiswa. Kemudian awardee-nya juga kami bekali ilmu, ’’ ujarnya. (**)