SURABAYA – Ekonom Universitas Airlangga (UNAIR) Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD memberikan tanggapan terhadap fenomena kenaikan harga sapi di Indonesia. Menurutnya, daging sapi merupakan salah satu penyumbang kontribusi yang cukup signifikan terhadap bobot inflasi indeks harga konsumen di masyarakat. Saat ini, indeks harga konsumen sudah mendekati angka 30 persen.
“Kenaikan harga daging sapi akan mendorong kenaikan inflasi secara makro, ” jelas dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR, Jum'at (18/3/2022).
Baca juga:
Babinsa Kel. Kapasan Kunjungi Pelaku UMKM
|
Rossanto menyebut, pemerintah Indonesia harus segera melakukan mitigasi risiko agar kenaikan harga sapi bisa dikendalikan. Menurutnya, ada lima kebijakan pemerintah yang dapat dijadikan alternatif mengatasi kenaikan harga daging sapi.
Mengkonfirmasi Ulang Perjanjian IA-CEPA
Rossanto mengatakan, dari sisi kebijakan long run atau jangka panjang pemerintah harus melakukan pemetaan sejak awal. Australia sudah mengurangi pasokan untuk impor sapi bakalan ke luar negeri menjadi 44 persen. Kebijakan tersebut digunakan untuk meningkatkan produksi domestik Australia.
Sebelumnya, Indonesia dan Australia telah memiliki kesepakatan Indonesia-Australia Comprehensive Economics Partnership Agreement (IA-CEPA). Saat kebijakan bebas IA-CEPA diberlakukan, ada kesepakatan bahwa Indonesia akan menjadi economics powerhouse atau sentra industri. Australia akan membangun sentra ekonomi peternakan dengan teknologi dan transfer knowledge yang sama dari Australia ke Indonesia.
“Hal ini perlu dikonfirmasi lagi kepada Australia terkait kesepakatan ini dalam skema IACEPA untuk memastikan bahwa kebutuhan pasokan sapi hidup di Indonesia dapat terjamin, ” paparnya.
Membangun Industri Peternakan Modern dan Canggih
Rossanto menuturkan bahwa apabila Australia dalam jangka panjang tidak bisa memenuhi kebutuhan daging sapi di Indonesia, maka pemerintah perlu melakukan upaya yang masif. Misalnya dengan peningkatan produktivitas di sektor pertanian dengan membangun industri peternakan yang modern dan juga canggih.
Untuk menjamin kelangsungan pasokan sapi dalam jangka panjang, pemerintah perlu membangun industri peternakan sapi yang masif. Pembangunan tersebut utamanya harus dikembangkan di Pulau Jawa, karena kebutuhan sapi yang cukup tinggi di daerah tersebut.
“Tentunya upaya ini memerlukan transfer knowledge dari negara maju ke Indonesia untuk membangun industri peternakan yang modern, ” ucapnya.
Mencari Negara Pemasok SapiApabila Australia belum mampu memenuhi kebutuhan pasokan sapi hidup bakalan di Indonesia, maka pemerintah perlu mencari negara lain. Rossanto berpendapat, Indonesia dapat memasok sapi dari negara lain seperti India dan Brazil.
“Kedua negara ini memiliki produksi sapi cukup besar sehingga kita bisa memberikan kesempatan kepada negara lain untuk memasok sapi ke Indonesia, ” terangnya.
Edukasi Kepada MasyarakatMenurut Rossanto, pemerintah juga perlu melakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak hanya mengkonsumsi daging segar (fresh meat). Saat ini konsumsi daging segar masyarakat Indonesia mencapai angka 85 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam jangka panjang perlu ada perubahan pola perilaku masyarakat.
Pemerintah perlu mengedukasi masyarakat untuk mengkonsumsi frozen meat. Fresh meat dan frozen meat tidak jauh berbeda dari segi kualitas. Namun, frozen meat memang memiliki harga sedikit mahal karena menggunakan daging pilihan yang dipotong serta melalui proses khusus.
“Dalam jangka waktu dua hingga tiga tahun ke depan, konsumsi daging frozen perlu ditingkatkan hingga mencapai angka sekitar 30 persen, ” tambahnya.
Memangkas Rantai DistribusiMenurut Rossanto, pemerintah juga perlu memangkas rantai distribusi. Misalnya dengan memperbanyak RPH (Rumah Potong Hewan). RPH di Indonesia masih sangat kurang sehingga pemotongan hewan di beberapa RPh menerapkan batas kapasitas maksimal.
RPH dalam proses memotong sapi, menguliti dan memotong daging, dan lain-lain, memerlukan waktu. Pemerintah perlu memperbanyak RPH sehingga akan lebih banyak lagi kesempatan kepada masyarakat untuk menjual dan mendistribusikannya kepada masyarakat sehingga bisa memotong rantai distribusi. (*)
Penulis : Sandi Prabowo
Editor : Binti Q. Masruroh